Ada “Gula” ada “Meikarta”


              Pernah mendengar istilah “ada gula, ada semut”? tentu istilah ini sering kita dengar, namun kali ini “bukan hanya ada gula ada semut, melainkan ada gula ada meikarta. Sederhananya, kali ini nasib semut perlahan tergantikan oleh “meikarta” segerombolan kelompok menyerupai semut yang pandai sekali dalam melihat peluang bisnis dan pembangunan infrastruktur sebuah yang sangat manis. “meikarta” lebih cepat dari pada sekelompok semut yang ramai ketika ada sebuah gula, instink “merikarta” juga lebih peka dan lebih canggih pada objek - objek bisnis pengembang yang ada di asia tenggara pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, namun “meikarta” ini ternyata hanya sebuah label nama untuk salah produk dari satu perusahaan besar pengembang properti di Indonesia, yakni Lippo Group milik seorang keturunan Indo-China.
              Bisnis pada sektor properti memang merupakan salah satu bisnis yang kini trending nya sedang mencapai titik puncaknya, mengapa tidak? Hal ini bisa terjadi karena jumlah penduduk dengan usia yang akan segera memasuki fase hidup dewasa atau berumah tangga mengalami peningkatan, sehingga tempat tinggal yang merupakan kebutuhan primer menjadi perlu tersedia. Dengan adanya perubahan struktur demografi yang terus meningkat ini menyebabkan tumbuhnya permintaan bagi para pengembang – pengembang properti akan pasar hunian rumah yang layak, nyaman dan terjangkau, oleh karena itu pasar bisnis properti menjadi sangat menarik untuk bisa meraup keuntungan.  
Tanggapan positif pun ditunjukkan oleh para pelaku pasar properti ini, dilihat dari segmentasi pasar yang ikut bergeser atas hunian dimana pasar terbentuk dari permintaan yang tinggi sebelum para investor menentukan pembangunan sebuah proyek. Hal ini membuat Indonesia telah menjadi salah satu pusat bisnis yang menarik bagi perusahaan-perusahaan multinasional untuk mengembangkan bisnisnya di Asia Tenggara, di mana Jakarta pada khususnya menjadi tujuan investasi utama bagi investor domestic dan area luar Jakarta pada umumnya.
Pola “ada gula, ada meikarta” ini dalam perspektif ekonomi masuk dalam kategori aglomerasi atau pemusatan pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, tidak hanya pada pembangunan kawasan hunian, industri, namun juga aliran tenaga kerja, dan aktivitas komersial (Vioya, 2010). Lippo Group dengan “meikarta”nya dalam hal ini pandai melihat peluang pengembangan bisnis properti nya, sehingga pada Agustus lalu mereka berani untuk meluncurkan produk huniannya yang mana telah disiapkan sejak tahun 2014 lalu, dan sempat menuai kontroversi perihal izin pembangunan raksasa hunian “meikarta” ini.
Adanya aglomerasi ini menurut beberapa penelitan, baik itu dalam algomerasi penduduk, tenaga kerja, hunian maupun industri dapat memberikan dampak positif pada percepatan tranformasi kota menuju mentropolitan, dimana pembangunan menuju metropolitan ini akan memberikan kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi. Namun, “meikarta” sendiri merupakan salah satu dampak dari aglomerasi yang dicanangkan oleh pemerintah atas proyek pembangunan infrastruktur LRT Bandung – Jakarta. Proyek infrastruktur ini menjadi gula manis yang besar bagi Lippo group, namun tentu adanya proyek pengembang “meikarta” ini juga akan menjadi gula manis bagi gejolak kondisi perekonomian sekitarnya.
Sayangnya, dalam peluncuran nya agustus lalu, “meikarta” ini dituding oleh pemerintah setempat bahwa mereka tidak memiliki izin pembagunan, dan singkronisasi rencana pembangunan dengan pemerintah setempat, baik provinsi maupun daerah. Melihat kondisi seperti ini, ada kemungkinan baru yang akan terjadi apabila urusan perizinan ini menjadi masalah, pertama, terjadi konflik langsung antara pemerintah dan swasta, sehingga bisa jadi memicu konflik besar yang tidak jelas asal usulnya namun tiba - tiba mengaitkan satu dengan lainnya, sehingga justru kerugian yang akan terjadi. Kedua, adanya kecurangan dalam birokrasi yang berujung pada kerugian negara kembali, korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal sepele ini sangat bisa berdampak besar bagi keberlangsungan tujuan dari pembangunan yang ingin memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Sehingga perlulah dalam proses Aglomerasi ada kerjasama yang baik antara propinsi dan kabupaten/kota mengenai koordinasi peraturan perundang-undangan baik tingkat vertikal (antara pemerintah pusat-propinsi- kabupaten/kota) dan pada tingkat horisontal (antar departemen dan badan-badan lainnya yang terkait), sehingga diperlukan reformasi mendasar berkaitan dengan perbaikan iklim bisnis, ekspor dan investasi di Indonesia (Nuryadin, 2007)
Mengapa sinergisitas ini perlu terjadi antara stakeholder setempat, pemerintah dan swasta, karena bahwa tidak selalu perhitungan ekpektasi satu pihak itu akan benar – benar menguntungkan dan berdampak positif seluruhnya dan masalah yang timbul nantinya juga tidak mungkin hanya diselesaikan oleh satu pihak dengan “sumberdaya” uang saja, apalagi dalam pembangunan kawasan raksasa hingga menghabiskan 500 Ha untuk area pemukiman, contohnya adalah krisis bubble: subprime mortgage yang berdampak pada krisi global, krisis itu bermula dari adanya kredit besar – besaran untuk sektor properti, pun hal ini terjadi kembali dengan sektor bisnis properti di beijing, yang kian meningkat penggelembungannya, dan dikhwatirkan akan meletus menjadi krisis yang entah kapan. Selain itu juga pembangunan yang ada perlu di tinjau ulang, apakah memang sejalan dengan tujuan besar negara itu berdiri dan berjalannya roda pemerintahan untuk kesejahteraan rakyat atau tidak. Hal ini penting, karena mungkin apabila krisis yang terjadi di indonesia tidak akan sebesar bubbe subprime namun, dampak ketimpangan seluruh dimensi kehidupan, seperti sosial, ekonomi, pendidikan, kesahatan dan yang lainnnya pastiakan lebih berdampak negatif bagi warga masyarakatnya

Sumber Referensi:
Nuryadin, D. (2007). AGGLOMERASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI : PERAN KARAKTERISTIK REGIONAL DI INDONESIA, 1–13.
Vioya, A. (2010). TAHAPAN PERKEMBANGAN KAWASAN METROPOLITAN, 21(3), 215–226.
http://www.industry.co.id/read/13238/problematika-meikarta-dan-masa-depan-warga-bekasi

Karya,
Nama Lengkap : Azzam Mohamad Hafidz
NPM                    : 120210140050


Komentar

Postingan populer dari blog ini

_Prophetic Leadership: Ulasan Singkat Ibrahim Alayhisholatuwassalam._

Kekhawatiran Efektifitas Amnesti Pajak

Dampak pembangunan Light Rail Transit (LRT) bagi Perekonomian