Kekhawatiran Efektifitas Amnesti Pajak
Berbicara tentang sebuah kebijakan, tidak bisa lepas dari
pembahasan mengenai penerapan, dampak dan tujuan dibuatnya kebijakan tersebut,
mengapa? Karena bagaimana kebijakan itu dapat diterapkan serta mampu memberikan
maslahat bagi banyak pihak sangatlah penting untuk di pertimbangkan. Dimulai
dari proses analisis dampak yang mungkin terjadi, kemudian bagaimana cara
penerapannya sehingga efektif dan efisen hingga kaitannya dengan pencapaian
sebuah tujuan yang telah direcanakan.
Proses yang cukup panjang tersebut pastilah banyak
melibatkan campur tangan pihak – pihak yang memang mempunyai hubungan dengan
sebuah kebijakan yang akan di ambil tersebut. Pro-Kontra silang pendapat tak
akan munkin dielakan, karena hanya dengan hal seperti itulah sebuah kebijakan
bisa jadi akan menjadi lebih matang dan siap untuk dilepas ke masyarakat.
Begitu pun dengan
kebijakan mengenai pengampunan pajak (tax amnesty), yang pada Juli lalu
(01/07) telah disahkan oleh Bapak Presiden dan mulai aktif per Agustus (01/08).
Tax amnesty adalah merupakan sebuah kebijakan
pengampunan pajak, yaitu adanya penghapusan pajak bagi Wajib Pajak (WP) yang
menyimpan dananya di luar negeri, dan tidak memenuhi kewajibannya dalam
membayar pajak di dalam negeri.
Dalam kebijakan ini, WP mendapat pengampunan
pajak dengan hanya membayarkan denda pajak. Sehingga dengan diberlakukannya tax
amnesty, diharapkan para pengusaha yang menyimpan dananya di luar negeri
akan memindahkan dananya ke Indonesia dan menjadi WP baru yang patuh. Hal
tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pajak negara.
Namun apakah hanya dengan tujuan yang baik dari
sebuah kebijakan maka kebijakan tersebut dikatakan layak untuk dilaksanakan?
Tentu tidak, kebijakan tersebut tentu memerlukan mekanisme – mekanisme
peraturan lainnya yang dapat membantu efektifitas pelaksanaan untuk mencapai
tujuan baik dari sebuah kebijakan.
Pada sebuah acara yang
dilaksanakan oleh Tax Centre UI dan Observation and Research of Taxation
(Ortax) dalam diskusi panel “Tax amnesty, What’s Next?” yang diadakan
pada Rabu (3/8/2016) di Auditorium Pusat Studi Jepang, Kampus UI Depok, salah
satu pembicaranya, Sugeng Teguh (Sekretaris
Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia), yang melakukan permohonan
Judicial Review atas Tax amnesty ke Mahkamah Konstitusi mengungkapkan
Menurutnya UU Pengampunan Pajak tidak menghargai asas keadilan dan kepastian.
Yakni Pemerintah belum mempersiapkan mekanisme apa kedepannya yang bisa
memastikan bahwa kebijakan tax amnesty ini memang akan memberikan
keuntungan bagi negara. Padahal akan sangat berpengaruh sekali suatu mekanisme
perencanaan terhadap efektifitas sebuah kebijakan kedepannya.
Melihat kondisi tax amnesty yang dirasa
belum efektif seperti itu akibat ketidakjelasan pada kepastian bahwa kebijakan
ini dapat memberi keuntungan bagi negara, menyebabkan timbulnya banyak keraguan
di beberapa pihak WP yang akan menunaikan kewajibannya.
Namun menurut Sesjen Kemenkeu Hadiyanto "Dalam
proses pembahasan tidak selalu mudah, perdebatannya panjang sehingga memang
harus benar-benar bisa meyakinkan kepada DPR sebagai law makers dan juga bagaimana implementasinya di
masyarakat nanti (agar) tidak ada keraguan mengenai substansi dan implementasi
dari Undang-Undang ini." –ujarnya. Sehingga pemerintah dalam hal ini
lembaga – lembaga yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kebijakan amnesti
pajak melakukan beberapa hal untuk mengatasi kekhawatiran tersebut,
diantaranya:
1.
Bekerjasama dengan
Bukalapak.com
PT.
Bursa Efek Indonesia (BEI), PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan
PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menggandeng Bukalapak dalam hal tax amnesty. Peran Bukalapak
dibutuhkan untuk memberikan sosialisasi kebijakan pengampunan pajak tersebut
kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). "Bukalapak itu marketplace yang berhubungan dengan sejuta UKM di
seluruh Indonesia, sejuta itu banyak. Terlebih lagi transaksinya juga dilakukan
tiap hari," ujar Tito Sulistio pada Rabu, 20 Juli 2016.
Melalui kerja sama ini, Bukalapak akan berperan
sebagai fasilitator untuk menjembatani sosialisasi kepada para pelapaknya
mengenai kewajiban pajak dan tax
amnesty. Sementara itu, sosialisasi dan kampanye secara langsung
serta dukungan dalam hal materi mengenai tax amnesty akan diberikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementrian Keuangan (Kemenkeu), dan BEI.
2.
Balik nama asset di gratiskan
Bambang
Brodjonegoro menjelaskan bahwa orang yang mendaftarkan aset untuk balik nama
tidak akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) seperti aturan sebelumnya.
"Misalnya seseorang membeli rumah memakai nama pembantunya atau sopirnya,
maka dengan tax
amnesty, ada pembebasan PPh jika aset itu diubah ke nama pemilik
asli aset," ujar Bambang dalam sosialisasi UU Pengampunan Pajak di Hotel
Santika, Medan, pada Jumat, 22 Juli 2016. Oleh sebab itu, Bambang mengajak
seluruh warga negara Indonesia yang masih memiliki aset bukan atas nama dirinya
sendiri untuk berbondong-bondong balik nama.
"Dengan mengikuti tax amnesty, Bapak dan Ibu dapat
berusaha dengan tenang. Tidak perlu khawatir bertanya-tanya, apakah laporan
pajak saya sudah benar," kata Bambang. "Lebih mudah juga untuk
mendapatkan akses untuk modal yang besar dan menjadi pengusaha besar,"
ujarnya.
3.
Pelayanan tax amnesty
bersifat gratis
Sebagaimana
diketahui, pendaftaran program pengampunan pajak atau tax amnesty secara
resmi dimulai pada Senin, 18 Juli 2016. Direktur Jenderal Pajak Ken
Dwijugiasteadi menyatakan, seluruh pelayanan terkait pengampunan pajak tidak
dipungut biaya sepeser pun. Oleh sebab itu, Ken memperingatkan agar tidak ada
pihak manapun yang mencoba-coba memberikan atau menjanjikan sesuatu yang bisa
merugikan Ditjen Pajak.
"Pelayanan tax amnesty tidak dipungut biaya apapun,"
ujar Ken dalam konferensi pers di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Senin
petang.
Selain itu, Ken juga menegaskan bahwa semua wajib
pajak yang mendaftarkan diri dalam program tax
amnesty tidak akan
terlihat identitasnya. Semua identitas, kata Ken, akan mempergunakan barcode. Wajib pajak bisa
mendaftarkan melalui manual, online, atau memberikan soft copy kepada Ditjen
Pajak.
"Beberapa kanwil (kantor wilayah) sudah
ada yang mendaftar dan sudah ada yang membayar uang tebusan. Dananya bisa
dilihat setiap bulan, berapa yang repatriasi, uang tebusan, dan
lain-lain," jelas Ken.
4.
Pelanggar Aturan Tax amnesty Terancam
Sanksi Denda Pajak 200%
Meskipun mendapatkan banyak kemudahan dari pemerintah,
bukan berarti wajib pajak dapat dengan mudah memanipulasi aturan tax amnesty. Pasalnya, wajib
pajak penerima amnesti pajak akan terancam sanksi denda pajak penghasilan (PPh)
sebesar 200 persen jika dengan atau tanpa sengaja tidak mengungkap keseluruhan
asetnya.
Sementara itu, untuk wajib pajak yang melakukan
deklarasi sekaligus repatriasi asetnya, tetapi melanggar ketentuan pelaporan
dan investasi yang dipersyaratkan, akan dicabut amnestinya plus dikenai
tambahan sanksi administrasi sebesar dua persen per bulan selama maksimal dua
tahun. Dengan demikian, fasilitas amnestinya dicabut dan yang bersangkutan akan
dikenakan tarif normal PPh atas harta yang sempat dilaporkan dan direpatriasi
plus denda administrasi tersebut.
Ketentuan itu terungkap pada draft Peraturan Menteri Keuangan (belum ada
nomor) tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak, yang salinannya diterima CNN
Indonesia pada Selasa, 19
Juli 2016.
Sehingga pada akhirnya meskipun masih belum terasa
efek yang begitu signifikan dari adanya kebijakan pengampunan pajak ini.
Tetaplah kita sebagai masyarakat harus optimis dan terus mendukung langkah
positif pemerintah yang ada demi kesejahteraan bangsa yang besar ini.
Sumber Referensi :
Prasetyo, Zulfian.
“Tax Amnesty dalam 5 fakta unik” 22 September 2016. https://www.selasar.com/ekonomi/tax-amnesty-dalam-5-fakta-unik
Redaksi. “Kebijakan
Tax Amnesty, Apa dan Bagaimana?” 22 September 2016. http://www.ui.ac.id/berita/kebijakan-tax-amnesty-apa-dan-bagaimana.html
Redaksi. “Amnesti Pajak” 22 September 2016.
http://www.kemenkeu.go.id/amnestipajak
Komentar
Posting Komentar