“MAYDAY 3x!” antara Buruh dan Manusia

sumber: google.com
Mayday.. kosakata di bulan Mei yang memiliki makna ganda tetang keterkaitannya dengan Hak asasi manusia. Pertama, Setiap tahunnya hampir separuh jumlah manusia diseluruh dunia melakukan demonstrasi yang menuntut keadilan akan upah dari pekerjaan buruh mereka kepada pemerintah, seolah – olah keadilan itu tak pernah bisa memenuhi hak-hak dari pada buruh – buruh itu atas kewajibannya.

Tanggal 1 Mei yang kemudian diperingati sebagai hari buruh internasional dimulai ketika pada tahun 1806 para pekerja Cordwainers, sebuah perusahaan industri yang cukup besar di amerika melakukan mogok kerja akibat terjadinya penindasan pada buruh, dengan di pekerjakan selama 19 sampai 20 jam setiap harinya. Mereka menuntut keadilan ke meja hijau saat itu, hingga keadilan atas mereka dapat di penuhi.
Hal tersebut berlanjut hingga puncaknya pada tanggal 1 Mei 1886 terjadi demonstrasi buruh besar - besaran di Amerika Serikat. Demonstrasi ini dilakukan oleh sekitar 400.000 buruh yang masih mengusung tuntutan yang sama, pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari bagi para buruh. Tidak tanggung - tanggung, aksi demonstrasi berlangsung selama 4 hari, sejak 1 Mei hingga 4 Mei 1886. Kemudian pada tahun 1889 diselenggarakan Kongres Sosialis Dunia di Paris dan disepakati bahawa peristiwa heroik yang terjadi di Amerika pada tanggal 1 Mei 1886 sebagai hari buruh internasional dan melahirkan sebuah resolusi yang disambut baik oleh beberapa negara sejak 1890. Dan setiap tanggal 1 Mei parah buruh memperingati hari buruh atau lebih dikenal sebagai May Day meskipun mendapat banyak sekali tekanan dari pemerintahan mereka.
Tidak hanya sampai disitu saja kisah may day ini berlangsung, istilah may day ini menyebar begitu cepat di kalangan para buruh, termasuk di indonesia. Para buruh menggunakan momentum satu Mei ini dengan menuntut kepada pihak pemerintah dan perusahaan untuk dapat memenuhi kesejahteraan dari pada buruh tersebut. Mereka merasa bahwa upah yang diberikan tidak setara untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Namun ada beberapa hal yang sangat disayangkan, khususnya bagi buruh – buruh di indonesia, tidak sedikit artikel – artikel ilmiah para ekonom mengulas bahwasannya buruh – buruh yang menuntut upah lebih tinggi kepada perusahaan dan pemerintah indonesia tidak sebanding atas produktivitas mereka saat bekerja, sehingga hal tersebut dirasa wajar. Ibaratkan sebuah pepatah “bahwasannya usaha tidak akan menghianati hasil”. Tetapi apakah memang hal tersebut sepenuhnya benar bahwa buruh – buruh ini tidak memiliki produktivitas sesuai ekspektasi perusahaan atau justru, perusahaan yang hanya ingin meraup keuntungan semaksimal mungkin dengan memberikan upah kepada buruh serendah mungkin.

Ketika berbicara kesejahteraan para buruh, hal tersebut tidak jauh berbeda dengan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia pada umunya, sehingga hal tersebut dapat berkaitan langsung dengan hak asasi manusia. Dimana hak – hak atas kebutuhan dasar manusia haruslah dapat terpenuhi, tentu dengan prasyarat bahwa kewajiban atas hak – hak tersebut dilaksanakan. Namun sebaliknya tentu ketika ada salah satu dari hak atau kewajiban yang kemudian tidak diperoleh atau dilaksanakan maka hal itu akan berdampak pada keberlangsungan hak asasi manusia itu sendiri.

Tidak sedikit dari para buruh yang melakukan aksi demonstrasinya dengan kegiatan atau aksi – aksi yang persuasive dan konstruktif bagi banyak pihak, yang ada justru sebaliknya, bersifat koersif dan destruktif atas lingkungan dan masyarakat yang ada disekitarnya, yang semakin hari semakin menjadi. Seolah – olah hukum rimba berlaku disana, yang kuat yang mengatur kondisi dan situasi supaya ia sesuai dengan keinginannya. Padahal apabila kembali pada substansi aksi tersebut adalah adanya consensus antara buruh dengan perusahaan yang dimedasi oleh pemerintah. Begitu sekelumit persoalan mengenai buruh pada momentum mayday satu mei di setiap tahunnya.

Mayday selanjutnya tidak lagi berbicara persoalan buruh, yang mana mayday pada pembahasan sebelumnya bercakap tentang kesejahteraan buruh – buruh dan hak asasi mereka sebagai manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Mayday kedua ini jauh lebih relevan untuk membahas eksistensi hak asasi manusia di bulan mei.

Relevansinya dengan hak asasi manusia pada mayday kedua ini berasumsi bawha isitilah kesejahteraan merupakan bentuk nyata dari upaya untuk menjaga eksistensi manusia tetap ada dan dapat tumbuh sesuai fitrahnya yang kemudian terciptalah nuansa hidup harmoni dalam sebuah kumpulan komunitas atau masyarakat, dimana ada saling ketercukupan satu sama lain, keadilan antar pihak, dan konstitusi dasar sebagai pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai mahluk yang tidak bisa hidup sendirian.

Dimana asumsi dari istilah kesejahteraan di atas apabila dilanggar maka yang terjadi adalah kekacauan yang dapat mengancam keberadaan eksistensi manusia untuk tetap ada sesuai dengan fitrahnya. Hal ini di buktikan lagi untuk kesikian kalinya, ketika sekelompok orang yang merasa dirinya sebagai penguasa dan terlalu merasa ‘benar’ dalam mengambil keputusan, seolah – olah bahwa kesejahteraan terwujud sesuai dengan apa yang mereka inginkan, hal ini menjadi sebuah kekacauan besar, bukan kesejahteraan yang terwujud, yang ada justru kesengsaraan yang berkepanjangan.
Fenomena ini terkenal di kalangan para aktivis, baik aktivis hak asasi manusia, atau aktivis gerakan islam dengan istilah Aleppo berdarah atau bleeding in Aleppo. Tepat pada tanggal satu Mei satu tahun lalu pelanggaran hak asasi manusia atas umat muslim terjadi di wilayah Aleppo, pemerintahan Presiden Bashar Asad yang melakukan pembataian pada masyarakat Aleppo dengan pembenarannya yang menganggap bahwa mereka (masyarakatnya) adalah muslim pemberontak pemerintahan yang sah saat itu, bermaksud melakukan makar kudeta atas presiden bashar Asad, padahal sebenarnya telah ada konflik lama antara masyarakat muslim sunni dan kaum syiah di wilayah Syiria tersebut, yang mana Asad itu sendiri berada pada posisi syiah. Ditambah lagi dengan adanya sempalan organisasi mengatas namakan islam dengan sebutan ISIS (Islamic State Iraq & Syiria) yang merefleksikan islam dengan begitu radikal dan sebenarnya tidak sesuai dengan islam itu sendiri.

Mayday kali ini benar – benar memiliki makna darurat, tidak lagi mayday dalam peringatan hari buruh bagi kesejahteraanya, namun menjadi istilah panggilan permintaan tolong yang seharusnya menjadi peringatan atas tragedy pembataian masal kaum muslim sunni satu tahun lalu. Namun apa yang akan terjadi bila istilah mayday.. yang diucap hingga berulang kali oleh seorang prajurit tempur diabaikan oleh markas prajurit batalyon yang lainnya dalam sebuah pertempuran? Jawabnya adalah kematian bagi prajurit tersebut dan pasti sebuah kekalahan yang tidak lama lagi akan menghapiri prajurit batalyon yang lainnya. Karena aksi darurat yang tidak ditanggapi respon cepat menandakan kesatuan dan empati dalam satu sistem masih belum benar – benar utuh.
Begitupun peringatan aksi mayday kedua kali ini apabila tidak ditanggapi dengan respon cepat dan empati umat muslim satu atas umat muslim lainnya yang berada di Aleppo sana, maka tunggulah teriakan mayday mayday selanjutnya, karena tirani yang bertindak namun tidak di tindak maka akan semakin bertindak tanduk merusak.

Mayday, peringatan hari buruh sedunia, dan genosida masyarakat muslim Aleppo, Syiria merupakan salah satu persoalan hak asasi manusia yang tidak pernah selesai pemenuhan asumsi kesejahteraannya.


Mayday!!!  1 Mei 2017




Komentar

Postingan populer dari blog ini

_Prophetic Leadership: Ulasan Singkat Ibrahim Alayhisholatuwassalam._

Kekhawatiran Efektifitas Amnesti Pajak

Dampak pembangunan Light Rail Transit (LRT) bagi Perekonomian