Bentuk Manusia, “as a perfect”
Sejatinya pemimpin itu dibentuk
dan bina, ia tidak dilahirkan begitu saja. Begitupun realita dunia saat ini,
terjadi oleh sebab akibat yang telah berulang berabad – abad lamanya sehingga
tampaklah sebuah pola rotasi kejatuhbangunan sebuah peradaban besar. Dan itu
pasti akan terulang baik cepat atau lambat.
Pernah mendengar sebuah quotes
gila beberapa abad lalu? Terucap “manusia itu ada karena pikirannya” sekilas quotes
itu memang terdengar bebas, mendalam, tidak terkotak, bahkan mungkin bisa
disebut kurang ajar. Namun begitulah manusia, fitrahnya (baca: natural) sesuai
dengan tujuan penciptaannya. Disamping sebagai hamba Allah, manusia telah Allah
persiapkan untuk menjadi wali nya di salah satu ciptaan tanda – tanda
kekuasaanya dan kebesarannya, yaitu khalifatu fii al-ardh.
Ia lahir sebagai individu –
individu yang unik, dengan ciri khas masing – masing, salah satu contohnya
adalah apabila kita melihat bagaimana sosok para sahabat Rasulullah SAW saat
itu, mereka adalah sosok – sosok unik dari manusia – manusia besar yang sangat
patut untuk di jadikan sebuah keteladanan.
Keunikan itu mulai terbentuk dan
perlahan memancarkan ciri khas kebermanfaatannya ketika, ia dikembangkan dan
dibina sesuai dengan fitrahnya. Tidak dipaksa oleh satu sistem yang standarnya bias
atau istilah lain menyebutnya sengaja disamaratakan. Namun tetap bukan
berarti manusia harus tumbuh sesuai dengan fitrahnya, sehingga ia bebas begitu
saja. Tetapi Ia harus mampu tumbuh sesuai dengan tujuan penciptaannya, tumbuh
menjadi hamba yang benar – benar mengabdi kepada Rabbnya (baca: Allah) dengan
pengabdian yang paling baik, dimana pengabdian terbaik itu, kalo digambarkan
oleh salah satu founding father negara kita, Soekarno, berucap “Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi
kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.” adalah ketika empati dan rasa kepedulian
terhadap sesama manusia itu hidup dalam qolbu (baca: hati jantung) menjadi
sebuah neraca keadilan. Memberikan paradigma sesuai dengan tujuan Nabi dan
Rasul terakhir di utus ke muka bumi, dalam riwayat Bukhori terucap “sesungguhnya aku hanya di utus (ke muka bumi) melainkan untuk
menyempurnakan akhlak”
Paradigma ini yang seharusnya
mampu menuntaskan reformasi, menyelesaikan persoalan – persoalan kita saat ini,
mulai dari persoalan mental karakter yang hina dina sampai ketimpangan
kemiskinan yang terjadi. Paradigma yang satu sama lain membina kita untuk selalu
empati dan peduli akan manusia lainnya, paradigma yang menjadi mitra
masyarakat, paradigma universal yang karenanya Allah turunkan kasih dan
sayangnya. Bukan justru sebaliknya paradigma dominasi serakah, paradigma tirani
yang menindas, paradigma yang darinya lahir lingkaran setan berkepanjangan.
Membawa malapetaka bagi kebanyakan manusia.
Kini kebanyakan dari kita,
khususnya bangsa besar yang setelah hampir tiga setengah abad dikolonialisasi
oleh bangsa barbar penindas yang tidak punya empati, terkadang sudah merasa
cukup dengan suasana yang ada, berada pada posisi status-quo yang mulai
menduplikasi mental budaya para tirani penjajah, tidak pernah melirik sumber daya
lokal dan komunitas lokal untuk kemajuan bangsanya, kecuali untuk eksploitasi
yang memenuhi hawa nafsunya sendiri.
Maka dari itu, kini nasib bangsa kedepannya
benar – benar ada di tangan kita. sebagai bangsa yang besar dan dirahmati Allah
dengan segala karunianya, pilihannya hanya dua, menjadi generasi Musa - Musa
muda sang penyelamat bangsa, atau generasi fir’aun – fir’aun muda sang tirani pembawa
malapetaka.
Semangat hari kebangkitan
Nasional, semangat menjadi patriot – patriot bangsa yang bekerja ikhlas, tuntas
dan cerdas untuk kemaslahatan masyarkatnya, karena “Bisa dipastikan tiada suatu
pengabdian dan penghambaan yang lebih baik kepada Rabb semesta Alam, selain
dengan pengabdian dan penghambaannya itu mampu memberikan kemaslahatan bagi
bangsa”.
“aku bukan budak Moscow, bukan
pula budak Amerika! Aku adalah budak bagi bangsaku sendiri!”
~Ir. Soekarno
Referensi: Dialog tokoh bersama Bapak Iskandar Budisaroso
Kuntoadji
* Disclaimer; tulisan ini dibuat sebagai refleksi pribadi dalam momentum kebangkitan nasional, untuk menyongsong momentum - momentum yang akan datang. mari bergerak bersama, menuntaskan reformasi
Komentar
Posting Komentar