Jika Aku Menjadi Sosiopreneur
Isitilah
sosiopreneur di desa mungkin sangat jarang terdengar di masyarakat, lain halnya
dengan entrepreneur yang hampir semua masyarakat dimana pun, khususnya desa
ciherang tempat saya melakukan kegiatan KKNM ini mengetahui apa makna di balik
frase kata tersebut. Hal tersebut dikarenakan, sejak 10 tahun belakangan ini
masyarakat desa ciherang tidak lagi memiliki suatu mata pencaharian khusus,
melainkan minimal setiap orang punya satu dan maksimal dua aktivitas mata
pencaharian tambahan. Semua aktivitas itu dilakukan sebagai upaya untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari standar kebutuhannya terus
meningkat, akibat tingkat inflasi (tetap stabil) yang memaksa harga ikut naik
beriringan dengan ‘peningkatan’ pertumbuhan ekonomi
Sedikit mengetahui bagaimana roda aktivitas perekonomian warga di
desa ciherang ini berjalan, menjadi seorang sarjana dengan latar belakang program
ilmu ekonomi studi pembangunan, yang tinggal bersama warga – warga di desa ini
selama kurang lebih 30 hari, aku berharap dapat menjadi seorang sosiopreneur yang
dapat mengaplikasikan studi kampusnya sehingga dapat memajukan bangsanya
melalui kontribusi pada pembangunan desa. Karena maju dan berhasilnya sebuah
bangsa merupakan akumulasi daripada kemajuan dan keberhasilan individu –
individunya. Begitupun kali ini, jika desanya maju maka negara nya pasti maju
juga. Tentu hal tersebut bukanlah merupakan hal yang mudah untuk dilaksanakan
meskipun begitu mudah untuk diucapkan, pasalnya hampir semua warga di desa
ciherang ini sudah lama menjadi pemain dalam aktivitas perekonomian di desanya,
ditambah juga beberapa masalah yang saya rasa ini telah menjadi rahasia umum
tentang birokrasi dan pemanfaatan oleh orang – orang yang mengetahui informasi
lebih kepada orang – orang yang tidak mengetahui informasi sama sekali.
Sehingga diperlukan usaha yang lebih keras untuk bisa menjadi seorang
sosiopreneur di desa ini.
Hal yang pertama kali saya lakukan untuk menjadi sosiopreneur yakni
dengan memulai membangun kembali jaringan dengan seluruh stakeholder di desa
ini, terutama para pemuda, kemudian melakukan singkronisasi dengan program –
program pemberdayaan dari pihak aparat desa, selanjutnya mulai memetakan seluruh
potensi yang sangat mungkin sekali untuk dikembangkan khususnya pada topik –
topik tentang perekonomian, seperti potensi nilai tambah ekonomis dari
pertanian padi organik, kreatifitas anyaman lidi, bahkan sampai pada pengolahan
sampah yang bisa bernilai ekonomis apabila dapat dikelola dengan baik oleh masyarakat
maupun BUMDES yang baru berdiri dua tahun lalu. Karena apabila kita berbicara
tentang masalah dan potensi perekonomian di desa, sudah bisa dipastikan bahwa
kondisi ekonomi inilah yang terkadang begitu mempengaruhi sebagian besar
keputusan – keputusan masyarakat yang ada di desa. Salah satu contohnya ialah
tentang masalah rendahnya tingkat pendidikan di desa ciherang ini -yang rata –
rata sejak lima tahun terkahir putus sekolah setelah SMP[1].
ketika coba ditelusuri dan dianalis mengenai akar masalahnya, kesimpulan yang
saya dan kawan – kawan dapatkan dengan observasi wawancara sederhana yaitu bahwa
sebagian besar masyarakat menyalahkan kondisi keuangan dan kesejahteraan
ekonominya[2].
Setelah jaringan dengan stakeholder desa dan pemuda telah terjalin
dengan baik, kemudian program – program desa mengenai pemberdayaan masyarakat
desa telah di rancang bersama dari desa oleh desa dan untuk desa kemudian juga
potensi – potensi yang ada khususnya topik perekonomian telah selesai di prioritaskan,
langkah selanjutnya yaitu mulai memberikan aktivitas penyadaran tentang potensi
apa saja yang sangat mungkin dapat memberikan banyak manfaat bagi kesejahteraan
masyarakat juga cara atau kerangka befikir bagaimana potensi tersebut dapat direalisasikan
menjadi kebermanfaatan masyarakat desa ciherang khususnya, hal tersebut dapat dilakukan
melaui penyuluhan, workshop, dan metode lainnya. Proses penyadaran ini perlu dilakukan,
karena apabila sebuah aktivitas dilakukan dengan landasan kesadaran yang benar,
cara dan tujuan yang benar, maka hasilnya pun akan sesuai dengan apa yang telah
diusahakan.
Perbedaan antara entrepreneur dan sosiopreneur jika menggunakan
istilah yang lebih ringan, saya bisa menyebutkan bahwa entrepreneur itu mental
juragan atau abangan, dan sosiopreneur itu mental aktivis atau priyayi, dimana
orientasi dari masing – masing preneur itu hanya dibedakan oleh kepekaan dan
kepedulian sosialnya yang lebih tinggi. Dengan kepekaan dan kepedulian sosial
yang lebih tinggi, kecenderungan untuk membuat orang lain lebih sejahtera
dibandingkan diri pribadi tidak akan menjadi masalah, justru akan mengikis
habis kesenjangan atara si miskin dan si kaya di desa, dengan kata lain gengsi
atau kecemburuan sosial di masyarakat akibat tingkat ekonomi yang berbeda –
beda akan dapat dikurangi secara signifikan.
Artinya, jika aku menjadi sosiopreuner di desa ciherang ini, aku
sangat yakin sekali dapat memberikan banyak kebermanfaatan bagi warga
masyarakat desa ciherang, karena dengan menjadi sosiopreneur, kita akan
mencetak kembali banyak sosiopreneur yang selalu berkeyakinan untuk bisa
bermanfaat bagi siapapun kapanpun dan dimanapun, dan tentu hal itu sangat
sejalan dengan apa yang agama islam ajarkan kepadaku, Rasul Muhammad SAW
teladankan kepadaku, dan Pancasila konstitusikan sebagai landasan negaraku.
Terimakasih dan salam hormatku kepada seluruh warga masyarakat desa ciherang
untuk 30 hari pelajaran berharganya juga terimakasih untuk bapak Dosen
Pendamping Lapangan juga teman – temanku yang selalu memberikan aku kesempatan
untuk berkembang lebih baik lagi dari hari ke hari. “Sesungguhnya tiada sedih
tawa maupun suka duka melainkan semuanya akan menjadi perkara yang membuat kita
semakin tangguh dan berwibawa” (Azzam: 2017)
/Wallahu a’lam biwshowab/
[1]
putus sekolah di usia SMP ini akibat orang tua yang masih minim pengetahuan
tentang pentingnya investasi pendidikan, selain itu karena memang tidak begitu
banyak yang mengetahui informasi akses sekolah gratis atau beasiswa untuk
tingkat pendidikan lanjutan atau yang lebih tinggi
[2] Meski
tentu masih banyak variable – variable lain yang mempengaruhi tingkat
pendidikan, tidak hanya ekonomi saja, namun secara umum hampir semua yang putus
sekolah di desa ciherang ini, orientasi mereka adalah untuk menambah
penghasilan keluarganya, adapun dari warga desa ciherang yang sejak lima tahun
terkahir putus sekolah, kini mereka menjadi peternak ikan, kambing, petani
padi, sayuran pengayam lidi, kuli bangunan, buruh pabrik, dan sebagian dari
mereka telah menikah di usia muda. Sumber: lapangan
Komentar
Posting Komentar