Reshuffle dan Harapan Baru Jilid kedua






Adanya perbedaan pendapat dalam era modern seperti sekarang ini sudah menjadi hal yang biasa, apalagi jika kita telaah lebih dalam pada era informasi seperti sekarang ini siapapun dapat mengemukakan pendapatnya dengan gaya dan metodenya masing – masing tanpa perlu khawatir tentang apa yang di sampaikannya.

Tepat 10 hari yang lalu sempat terulang sebuah kejadian yang cukup ‘mencengangkan’ dan sempat menjadi ‘booming’ di media sosial. Pergantian cabinet jilid kedua, itulah keputusan bapak presiden Joko Widodo pada rabu (27/7) yang seketika mengundang berbagai pendapat yang mendukung atas keputusannya dan bahkan menguhujatnya karena dirasa ‘sembrono’ dalam pengambilan keputusan kenegaraan. Belum lagi permasalahan salah satu menteri yang mempunyai status kewarganegaraan ganda, yang belakangan ini menuai kontroversi baru.

Tentulah apabila kita melihat perbedaan komentar – komentar yang muncul atas keputusan pak presiden itu, tidak dapat dipungkiri masalah klasik perbedaan pendapat ini akan terus berlangsung tanpa ujung. Namun kali ini bukan masalah perbedaan pendapat yang harus disoroti dalam pergantian cabinet jilid kedua ini, tetapi lebih baik kita coba melihat kemungkinan optimis dan dampak apa yang bisa terjadi dari adanya keputusan reshuffle ini.

Dari beberapa susunan cabinet yang telah dirubah untuk reshuffle kedua ini 35% diantarnya adalah beberapa pakar professional di bidangnya, dengan latar belakang pengalaman yang mumpuni dan dirasa sangat layak untuk menjalankan fungsi pemerintahan (selasar.com/infografis). Seperti ibu Sri mulyani, beliau adalah seorag tokoh perekonomian yang menurut Jim Yong Kim, seorang dokter lulusan Harvard dan Presiden dari the World Bank Group, juga memberikan testimoni dan tanggapannya atas kepergian Sri Mulyani dari institusi yang dipimpinnya, ia memberikan kesan (tempo.com) yang cukup mendalam bagi sosok Sri Mulyani:

 "Sri Mulyani Indrawati telah memberitahu saya bahwa Presiden Joko Widodo memintanya untuk kembali ke Indonesia sebagai Menteri Keuangan, efektif dengan segera.

Saya menyampaikan berita ini dengan kebanggaan sekaligus kesedihan.

Sri Mulyani mendapat penghormatan yang sepenuhnya dari manajemen, staf, dan para pemegang saham, dan sementara kami akan kehilangan seorang pemimpin yang menjadi salah satu pendukung terkuat bagi masyarakat miskin, kami juga mengagumi keputusan Sri Mulyani untuk melayani negara sekali lagi. 


Siapapun yang telah menghabiskan waktu dengan Sri Mulyani pasti tahu cintanya yang mendalam terhadap Indonesia.  Sebelum bergabung dengan Bank Dunia sebagai Managing Director pada 2010, dia menjabat sebagai Menteri Keuangan periode 2005-2010, dan sempat pula menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Negara (PPN) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).


Pada 2008-2009, Sri Mulyani merupakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, sementara pada 2002-2004 dipercaya sebagai Direktur Eksekutif dan jajaran Dewan IMF.

Komitmen Sri Mulyani dalam pelayanan publik yang sangat teladan, dan reputasinya sebagai pegiat reformasi yang menyerukan perlawanan terhadap korupsi di Indonesia, membuatnya menjadi sosok yang dicintai di kalangan masyarakat Indonesia."


Satu pernyataan Presiden World Bank Group ini memang agak terlihat begitu populis dalam memberikan kesan sepak terjang ibu Sri Mulyani dalam karir bidang perekonomiannya. Pastinya banyak pendapat pula yang menyatakan demikian, atau kasarnya itu hanya pujian “formalitas” yang memberikan kesan menarik pada akhir sebuah kisah. Tapi apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur, peduli apa kata orang, ternyata kerja nyata lebih di harapkan dan kontribusi kongkrit bermanfaat lebih dibutuhkan, apalagi sampai membuat bangsa ini memperoleh kembali kebanggaannya sebagai macan asia. Ibu sri mulyani lebih dipercaya dapat menyelesaikan misi yang dianggap mulia itu. Meski beberapa tahun lalu pada saat periode bapak Presiden SBY, Ibu Menteri Perkonomian ini pernah didera kasus yang menyebabkan ia hengkang dari kursi menterinya saat itu.

Semoga keputusan yang diambil bapak presiden ini dapat memberikan harapan (kedua) baru yang lebih realistis daripada hanya sekedar pernyataan populis, alih untuk kesekian kalinya kembali memberikan luka kekecewaan baru pada hati bangsa Indonesia. Tetap optimis dengan 13 paket kebijakan ekonomi cabinet kali ini, toh masih ada 12 lagi kalo satu paket belum berhasil dan begitu seterusnya. Pantang menyerah dan teruslah mencoba, kita tetap satu nusa satu bangsa, tetap berkewajiban bersama untuk mensejahterakan bangsa ini, meski tetap juga banyak tatangan dari bangsa sendiri, karena ketidak sadaran dan fatamorgana self interest beberapa pihak yang ‘tidak mau’ bangsa ini sejahtera.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

_Prophetic Leadership: Ulasan Singkat Ibrahim Alayhisholatuwassalam._

Kekhawatiran Efektifitas Amnesti Pajak

Dampak pembangunan Light Rail Transit (LRT) bagi Perekonomian