Perbaiki Efektifitas Kebijakan Ramah Lingkungan


Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah resmi mengeluarkan sebuah kebijakan baru yang dianggap mampu memberikan dapak positif bagi kondisi lingkungan di Indonesia. Melalui Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar dianggap akan mampu meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang ada akibat penggunaan bahan plastik oleh masyarakat. Di dalam aturan itu, disepakati setiap kantong plastik yang digunakan oleh masyarakat saat membeli barang di toko ritel akan dikenakan biaya sebesar Rp 200 sudah ter masuk didalamnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).



Semenjak berlakunya kebijakan pada 21 Februari yang lalu, masyarakat cenderung tidak merubah pola konsumsi plastiknya. Padahal dengan adanya kebijakan ini pemerintah mengharapkan bagi masyarakat untuk menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan seperti kertas, kardus, atau membawa kantong khusus belanja masing-masing yang barang non-plastik. Sehingga arah kebijakan pemerintah dalam rangka pengurangan sampah, khususnya sampah kantong plastik, dapat menjadi salah satu strategi guna menekan laju timbulan sampah kantong plastik yang selama ini menjadi bahan pencemar bagi lingkungan hidup.



Namun masyarakat di sebagian wilayah enggan mengurangi penggunaan plastik tersebut karena mereka merasa mampu untuk membayar harga yang hanya Rp 200 saja. Hal ini menuai banyak sekali pembicaraan dikalangan para aktivis lingkungan hidup, akademisi serta tidak menutup kemungkinan bahkan para politisi sekalipun, mengenai apakah kebijakan yang diambil oleh pemerintah melalui KLHK ini akan memberikan dampak yang signifikan pada proses pelestarian lingkungan hidup? Masalah efektif atau tidak kini menjadi persoalan bagi setiap pemerintah daerah masing-masing dalam menentukan harga kantong plastik tersebut, karena memang dalam surat edaran KLHK tersebut harga Rp 200 adalah batas terendah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sehingga masing-masing daerah memiliki harga kantong plastiknya sendiri.

Sebagai contoh, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan harga Rp 5.000,00 di seluruh tempat perbelanjaan, baik pasar swalayan maupun minimarket. Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa deklarasi pemberlakuan kantong plastik berbayar karena sebagian besar sampah di Jakarta berasal dari kantong plastik yang baru bisa terurai selama 500 hingga 1.000 tahun ke depan. Sementara itu, Balikpapan menerapkan harga Rp 1.500,00 per kantong dan Makassar Rp 4.500,00.

Selain persoalan harga, yang menjadi masalah lainnya adalah bagaimana dengan penyaluran dana hasil kebijakan tersebut. Sedangkan dalam kebijakan KLHK yang ada, didalamnya belum diatur tentang penggunaan dana plastik ini. Seperti yang disampaikan oleh Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sudirman mengatakan, memang belum ada regulasi soal penyaluran dan pengawasan dana kantong plastik berbayar. Aturan tersebut diserahkan kepada masing-masing peritel, berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan komunitas lingkungan.



Jika sampai saat ini pemerintah tidak memiliki regulasi mengenai persoalan penyaluran dana atas kebijakan plastik berbayar, maka dipastikan bahwa konsumen menjadi pihak yang dirugikan lagi atas perilakunya sendiri ditambah dengan perilaku pemerintahnya. Mereka yang mencemari lingkungan dengan plastic yang dikonsumsinya setiap kali belanja, dan mereka pun membayar beban tersebut kepada perusahaan ritel atas plastic yang di konsumsinya. Oleh karena itu pemerintah harus mengeluarkan regulasi khusus tentang penyaluran dan pegawasan dana atas plastic berbayar tersebut supaya tidak menjadi keuntungan tersendiri bagi perusahaan ritel. Melainkan perusahaan ritel dapat membuat semacam kegiatan yang memberikan dapak postif bagi lingkungan. Jika tidak maka potensi tindak pidana akibat penyelewengan dana akan terjadi dan semakin menambah persoalan baru bagi negara.



Persoalan lainnya dari kebijakan ini yaitu membebani masyarakat atas peredaran sampah plastik yang ada. Seharusnya secara mutlak pemerintah pusat memperbaiki perannya dalam pengelolaan sampah di Tempat pembuangan akhir (TPA). Proses pengelolaan sampah di TPA yang masih bercampur aduk dan justru semakin menambah beban kerusakan lingkungan akibat adanya limbah polusi karbon dari pembakaran langsung sampah di TPA harus segera diselesaikan. Lain halnya dengan di negara-negara maju, pemerintah pusatnya mampu mengelola sampah di TPA, sehingga bukan semakin malah menambah beban kerusakan lingkungan tetapi mampu mendatangkan manfaat dari sisi yang lain.

Sumber Referensi : (link/buku)
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c772772b6e0/haruskah-membayar-kantong-plastik-di-supermarket                                     
http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/16/03/05/o3k4la1-perbaiki-aturan-kantong-plastik-berbayar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

_Prophetic Leadership: Ulasan Singkat Ibrahim Alayhisholatuwassalam._

Kekhawatiran Efektifitas Amnesti Pajak

Dampak pembangunan Light Rail Transit (LRT) bagi Perekonomian