Brexit dan Perekonomian Indonesia
sumber gambar: Google.com |
Brexit dan Perekonomian Indonesia
Tepat pada 24 Juni 2016 ini
menjadi masa yang kelam bagi beberapa pihak, karena Inggris melaksanakan hasil
Referendumnya dengan putusan yang ternyata tidak disangka oleh banyak pihak,
keputusan itu adalah Brexit dari Uni Eropa, dimana pada tahun
1973 perdana menteri Inggris Edward Heath yang berasal dari partai konservatif mengambil
keputusan penting negaranya untuk bergabung dengan uni eropa (saat itu masih
bernama European Community) untuk bisa menjadi bagian dari komunitas negara –
negara eropa yang saling mengadakan kesepakatan dalam bidang ekonomi, politik,
sosial. Kata Brexit itu senidiri merupakan
akronim dari Great Britain’s Exit, mengacu pada wacana Negeri Ratu Elizabeth
untuk keluar (exit) dari keanggotaan organisasi kawasan terbesar di dunia
tersebut (selasar.com). Namun nyatanya Inggris
sendiri tidak menunjukan aktivitas keterlibatan yang progressif ketika
bergabung dengan EU, sejatinya inggris tidak benar – benar melegitimasi uni
eropa di tanahnya, dikutip dari selasar.com penolakan Inggris sejak bergabung pada EEC pada 1973 hingga Uni
Eropa pada 1990, misalnya, adalah pada persoalan Schengen Area kontrol batas
internal. Penolakan Inggris juga terlihat pada pemakaian mata uang bersama,
Euro.
Setiap langkah
pilihan pasti memiliki konsekwensi tersendiri, begitu pula dengan keputusan
referendum inggris 24 Juni lalu, Brexit. Dengan adanya keputusan
referendum seperti ini setidaknya inggris menghadapi 5 masalah yang menjadi
persoalan baru yang mungkin akan berdapak jangka pendek atau panjang pasca-exit
tersebut, diataranya: pengunduran perdana menteri Inggris David Cameron, adanya
isu Irlandia utara yang ingin lebas dari Inggris, Poundsterrling yang
terdevaluasi, bursa London anklok seketika, kemungkinan buruk Priemier league
Inggris dengan EU. Memang meski tetap dengan penuh optimis inggris menyatakan
dapat kembali berdaulat dengan seutuhnya, karena dengan exit-nya inggris
dari uni eropa berarti inggris dapat kembali mengatur ulang regulasi negara
sepenuhnya, yang sebelumnya telah banyak campur tangan dari uni eropa.
Dikutip dari
selasar.com, Chatib Basri Guru Besar Tamu ANU, mengomentari
fenomena Brexit ini seketika menyebabkan terjadinya ketidakpastian, seakan dunia telah kehilangan
arah, dan pada saat
yang bersamaan pasar uang bergejolak, lalu poundsterling
ambruk. Kemudian beliau menuturkan pesan pendek
berasal dari Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri
Mulyani Indrawati, mengenai
fenomena yang sedang terjadi "UK
memutuskan untuk keluar dari EU. Ini mengejutkan. Ini akan mengubah tatanan
politik dan ekonomi dunia". (KOMPAS)
Tentu fenomena
seperti ini jarang sekali terjadi, meski beberapa tahun silam inggris pernah
mencoba beberapa kali untuk melakukan Brexit ini. Kini Saatnya kita
menerawang dampak yang timbul dari fenomena Brexit pada negara kita
tercinta, Indonesia. Setidaknya pasti timbul kekhawatiran akan dampak fenomena
ini, apalagi setelah salah satu Direktur Pelaksana World Bank menyampaikan
pesan kepada rekannya melalui pesan singkat “Ini akan mengubah tatanan politik dan ekonomi
dunia".
Dampak bagi Perekonomian
Indonesia
Dampak fenomena Brexit ini
diperkirakan hanya sementara, namun pemerintah dan otoritas moneter Indonesia
tetap harus mewaspadai serta menyiapkan langkah – langkah antisipasi mencegah
risiko terburuk akibat adanya Brexit yang mungkin akan memberikan dampak
jangka panjang. Apalagi hasil referendum Inggris telah menambah sentimen negatif kepada
pasar seiring dengan meningkatnya ketidakpastian realisasi kenaikan suku bunga
AS (Fed fund
rate/FFR).
Dapat
diduga, mungkin secara langsung maupun tidak langsung, Brexit akan
berpengaruh terhadap komoditas perdangangan Internasional Indonesia dengan Uni
Eropa, khusunya inggris, baik itu berpengaruh terhadap harga maupun jumlah
komoditas pada ekspor maupun impor. Ketika inggris keluar dari uni eropa itu
artinya inggris akan kembali mengatur seluruh kebijakan perdangangannya, yang
kemudian akan melemahkan posisi perekonomian inggris dari segi perdagangannya
dengan uni eropa akibat referendum tersebut. Oleh karenanya Peraih Nobel
Ekonomi Paul Krugman memperkirakan bahwa Brexit akan menurunkan pendapatan riil
Inggris sebesar 2 persen. Perlambatan ekonomi Inggris akan menurunkan
permintaannya terhadap produk ekspor dari negara lain, termasuk Indonesia. Lalu berapa besar dampaknya? “Saya kira, terbatas.
Mengapa? Karena pangsa pasar dari ekspor negara-negara Asia, temasuk Indonesia,
ke Inggris relatif kecil. Ekspor Indonesia ke Inggris kurang dari 2 persen”. Begitu ujar Chatib Basri disardur dari Rubik opini Kompas
Sumber Referensi : kolom opini Kompas cetak
(1/7/16)
Komentar
Posting Komentar