Dekade IV Indonesia di abad ke-21
Banyak orang sering membanding bandingkan keadaan sebuah negara, antara negara
maju dan negara berkembang. Tentu saja hal ini akan sangat berbeda,
dan perbedaan itu pun pasti terdapat pada semua masing masing lini yang membentuk
negara tersebut, termasuk didalamnya lini demorafi masyarakatnya.
Perlunya Persiapan Sumber daya
Manusia
Pertumbuhan
penduduk merupakan salah satu faktor yang sering menjadi perdebatan dalam
perspektif teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Beberapa ekonom berpendapat
bahwa pertumbuhan penduduk merupakan bagian penting dari pembangunan dan petumbuhan
ekonomi, karena dengan adanya pertumbuhan penduduk ini dapat memberi dampak yang
begitu besar, sebab manusia memiliki banyak potensi yang mampu memberikan efek
pengganda (multiplier effect) yang positif bagi pertumbuhan ekonomi dengan anggapan
(asumsi) bahwa manusia ini memperoleh skill
khususnya (menjalani pendidikan dasar hingga tinggi), melakukan
optimalisasi potensi yang dimilikinya sehingga dapat mencapai produktivitas yang
baik dan mampu berkarya, bekerja, dan beraktivitas dengan efektif serta efisien
(skala ekonomis) dan mampu memberikan inovasi baru pada pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi, namun tetap saja masih terdapat banyak hal atau factor lain yang
menentukan kualitas dari pada manusia tersebut. Oleh karena itu mungkin secara
tidak langsung orang awam akan langsung dapat memberikan nilai baik kepada para
ekonom ini karena mereka memiliki perspektif yang begitu optimis terhadap
adanya pertumbuhan penduduk. Namun disisi lain para ekonom yang lain memiliki
perspektif sebaliknya, mereka justru mengkhawatirkan dampak yang timbul dari
adanya pertumbuhan penduduk dan menilai bawa pertumbuan penduduk ini buruk
adanya terlebih apabila pertumbuhannya tidak dapat dikendalikan, mereka
berpendapat bahwa setidaknya ada beberapa hal yaitu, pertumbuhan ekonomi yang
tidak baik atau tidak stabil (baca: sulit tumbuh) karena jumlah pendapatan
nasional (gNP) yang ada terlalu cepat diserap oleh akumulasi jumlah penduduk
yang besar dan terus bertambah (secara geometrik: 1,2,4,6, dst) dibandingkan
dengan pertumbuhan pendapatan nasional yang ada (secara aritmetik: 1,2,3,4,dst),
timbulnya angkatan kerja baru yang tidak mampu terserap oleh lapangan pekerjaan
(penangguran) sehingga dapat memberikan efek negatif bagi pertumbuhan ekonomi
(krisis) dan yang lebih buruk nya akibat tersebut bisa berdampak pada meningkatnya
tingkat kriminalitas[1], serta efek efek lain
seperti kelangkaan pangan, penurunan tambahan produksi terhadap sumber daya
alam dan sebagainya.[2]
Meski
dalam menjalani kehidupan kita diharuskan untuk selalu berfikir positif, namun
adakala nya kita harus mempersiapkan segalanya dengan matang dan mantap supaya
dapat terhindar kekhawatiran yang akan timbul dan menjadi masalah besar bagi
diri kita, begitupun dengan bangsa yang begitu besar ini. Bangsa kita tidak
bisa selalu optimis bergantung pada melimpanya kekayaan sumber daya alam dan
jumlah sumber daya manusianya saja, kita harus realistis tetapi dan mampu
memberdayakan SDM & SDA yang ada, ditambah lahi dengan adanya peluang bonus
demografi yang puncaknya akan terjadi pada tahun 2020 – 2035, tepat disekitar
usia 90 tahun Bangsa Indonesia merdeka dan jika dipersiapkan dengan baik, maka
saat Indonesia mencapai usia genapnya 100 tahun mungkin Indonesia akan kembali
dijuluki macan Asia, bahkan bisa saja macan dunia.
Beberapa
bulan lalu (1/1), Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) resmi beroprasi dipasar asia
tenggara, tetapi ironis sekali, karena sumber daya manusia Indonesia dihadapkan
langsung untuk bersaing dengan sumber daya manusia negara lain yang bisa
disebut mereka jauh lebih siap dibanding denagn SDM Indonesia. Data BPS
menyebutkan bahwa per Februari 2015, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) masih sebesar 5,81 Persen, memang agak menurun
dibanding TPT Agustus 2014 (5,94 persen), dan meningkat dibandingkan TPT
Februari 2014 (5,70 persen)[3]. Ini
menunjukan bahwa dengan kapasitas dan kemampuan SDM indonesia sebelum adanya
MEA saja masih terdapat cukup banyak penangguran[4],
terlebih lagi dengan adanya kondisi MEA, mungkin bangsa indonesia ini bisa saja
semakin terpuruk, sehingga pemerintah harus bekerja lebih keras untuk dapat mengatasi
ancaman tersebut, setidaknya pemerintah mampu meng goal kan SDM indonesia ini dapat bersaing fair dengan SDM negara lain melalui pelatihan dan sertifikasi SDM
(tenaga kerja).
Bonus Demografi dan permasalaannya
Mengutip
jurnal Ilmiah Unimus, bonus demografi yaitu melimpahnya jumlah penduduk
produktif usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai sekitar 60 persen atau
mencapai 160-180 juta jiwa pada 2020, sedang 30 persen penduduk yang tidak
produktif (usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 65 tahun) yang akan terjadi
pada tahun 2020-2030 . Suatu fenomena dimana struktur penduduk sangat
menguntungkan dari sisi pembangunan, karena jumlah penduduk usia produktif
sangat besar, sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia
lanjut belum banyak. Oleh karena itu, bonus demografi dapat menjadi anugerah
bagi bangsa Indonesia, dengan syarat pemerintah harus menyiapkan generasi muda
yang ber-kualitas tinggi SDM-nya melalui pendidikan, pelatihan, kesehatan, penyediaan
lapangan kerja dan investasi. Dengan demikian, pada tahun 2020-2030, Indonesia
akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif, sedang usia tidak
produktif sekitar 80 juta jiwa, atau 10 orang usia produktif hanya menanggung
3-4 orang usia tidak produktif (hartono: 2009)[5]. hal
ini tentunya mampu menjadi peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Setiap
peluang selalu berjalan bersamaan dengan ancaman, begitu pula dengan peluang
emas bonus demografi ini bisa berubah menjadi permasalahan besar. Memang secara
angka Indonesia akan memiliki banyak penduduk usia produktif, tetapi pada
kenyataanya, mungkin hanya setenganya saja yang mampu memaksimalkan
produktivitasnya, bahkan mugkin hanya seperempatnya saja. Jadi munkin inilah
ancaman ekonomi yang dikhawatirkan para ekonom tentang adanya pertumbuhan
penduduk, akan terjadinya lonjakan jumlah ankatan kerja, namun tidak ada daya
serap oleh lapangan pekerjaan karena memang SDM nya yang kurang produktif atau
tidak sama sekali. Juga memunkinkan terjadinya timbul dampak lain yang lebih
buruk karena adanya hubungan sebab akibat yang berawal dari masalah ekonomi.
Melihat
adanya indikasi potensi buruk dari bonus demografi pemerintah dalam hal ini
Depnakertrans dan beberapa aparatur negara yang lain seperti Kementrian
Koperasi dan UMKM juga pemerintah daerah melakukan peningkatan
gerakan penanggulangan kewirausahaan masyarakat pedesaan dan miskin kota, yaitu
melalui program pelatihan, sertifikasi dan penempatan. Upaya lain, menciptakan
iklim ketenagakerjaan yang kondusif, memperluas lapangan kerja, kesempatan
kerja serta peningkatan kesejahteraan pekerja sehingga pertumbuhan ekonomi
Indonesia dapat tetap maju sustainable.
Oleh
karena itu perlunya seluruh pemangku bangsa yang besar ini mulai dari rakyat
biasa hingga pejabat kaya raya melakukan gotong royong yang lebih dari sekedar
kolaborasi saja tetapi juga diikuti oleh kesadaran bersama akan kecintaan
kepada tanah air sehingga dapat memunculkan upaya sadar diri untuk melakukan
pembangunan demi kesejateraan bersama yang bersifat menyeluruh tanpa adanya hambatan
batas antara kaya dan miskin serta dapat
terus berkesinambunan.
#MENUNTASKANREFORMASI
[1] Anata, Firdaus. "Pengaruh
Tingkat Pengangguran Terbuka, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk dan Index
Williamson terhadap Tingkat Kriminalitas (Studi pada 31 Provinsi di Indonesia
Tahun 2007-2012)." Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB 1, no. 2 (2013).
[2]
Michael P. Todaro, Economic Development: Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan
Ekonomi, 2006, Pearson education limited, hlm. 310-325
[3] http://bps.go.id/index.php/brs/113g
[4]
Meski dalam teori ekonomi makro memang pengangguran tidak bisa dapat dihilankan
karena beberapa hal, yang salin berkaitan, diantaranya serikat buru, UMR,
efisiensi upa, dsb.
[5]
Win, Zainudin, Bonus Demografi Modal Membangun Bangsa yang Sehat dan
Bermartabat, 2011, Jurnal Ilmiah Unimus, hlm. 1-2
Komentar
Posting Komentar