Asa menggengam Bara




#1 Hari yang Cerah
Tak seperti biasanya, pagi ini benar – benar cerah, suara penghuni alam raya terdengar merdu bersenandung menyambut pancaran matahari yang mulai terbit di sebelah ufuk timur. Hari itu tepat pukul 5 pagi, seorang anak muda bernama Moha suku asli pulau jawa telah menghatamkan bacaan Quran nya untuk yang kesekian kalinya. Seperti hari-hari sebelumnya, Ia kemudian bersiap-siap untuk melanjutkan rutinitas hariannya, sekolah beserta aktivitas-aktivitas lainnya. Namun kali ini Moha merasakan ada seseuatu yang sangat berbeda daripada hari sebelumnya, ia merasa seakan-akan semesta dan alam raya ini mendukung harinya untuk melanjutkan aktivitas.

Kemudian ia menatap kondisi kembaran dirinya pada sebuah cermin berukuran kertas koran, lalu ia berkata “insyaAllah ini akan menjadi awal yang baik bagi saya”. Setelah mendapat restu kedua orang tua dengan penuh percaya diri kemudian moha melangkahkan kakinya meninggalkan rumah, diiringi oleh suara bibir yang berbisik “Laa Hawla Wala Quwwata Illa Billah”. Ia mengayuh sepedanya dengan penuh semangat, angin pagi itu berhembus begitu kecang mendorong laju sepeda untuk semakin cepat sampai pada suatu tempat yang dituju.

Lebih kurang sepeda moha melaju dengan kecepatan empat puluh kilometer per jam sembari menempuh jarak yang dituju sekitar sepuluh kilometer melintasi sebuah ladang rumput dan hutan yang dihiasi oleh selang-seling pemukiman warga sekitar, namun tiada sangkaan logika kegirangan seorang anak muda berfikir tiba-tiba muncul gerombolan kerbau pembajak sawah mengahalangi jalan yang dilalui sepeda moha, seketika di rem-lah sepeda moha sekuat tenaga, namun apalah daya memang sudah takdir, nasibnya menginginkan moha untuk bertabrakan langsung dengan para gerombolan kerbau itu, dan chiittt, krak, plak, boop.. suara dua telapak kaki yang mendarat setelah sepeda moha berhenti pada sebuah kubangan yang melemparkan tubuh moha ke udara melewati gerombolan kerbau itu, diikuti sorak dan tepuk tangan penjaga kerbau yang kaget namun merasa terhibur oleh kejadian yang dialami oleh moha.

Seketika moha merasa pasrah, yakin bahwa sepeda yang dikendarainnya pasti rusak dan tidak bisa digunakan lagi untuk melanjutkan perjalanan, namun takdir berkata lain lagi, sepeda yang di kendarainnya tidak ada cidera sama sekali, hanya sedikit goresan lumpur yang menghiasi warna sepedanya. Dengan mengucap salam serta memohon maaf kepada penjaga kerbau, moha melanjutkan perjalanannya. Lima belas menit telah dilaluinya kemudian sampailah ia pada sebuah komplek madrasah yang cukup terkenal di seantero pulau jawa, tempat dimana moha menlanjutkan perjalanan mencari ilmunya mempersiapkan diri sebelum melanjutkannya lagi pada dunia keilmuan yang dimimpikannya, salah satu madrasah terkenal di sebuah pulau nun jauh disana.

Ia segera menuju ke tempat penyimpanan sepeda lalu kemudian menuju laboratorium sosial, tempat para santri mempelajari berbagai macam fenomena-fenomena sosial, ekonomi, budaya, hokum dan ham yang terjadi di masyarakatnya saat ini. Memang pada Hari itu laboratorium sosial adalah jadwal pertamanya kelas moha, ia mendapat giliran pertama untuk mempresentasikan hasil pekerjaan rumahnya tentang sebuah penelitian mengenai perkara-perkara sosial yang ada di lingkungan sekitar tempat ia tinggal. Beberapa saat kemudian, awal yang baik bagi moha itu dimulai, ia merasa sangat percaya diri dan penuh semangat bahwa hasil pekerjaan rumah dan persentasinya pasti mendapatkan nilai yang paling baik, yang kemudian akan menjadi syarat ia bisa lolos untuk menjadi delegasi madrasahnya beradu argument dengan madrasah-madrasah lain di seluruh nusantara.

Dua jam berlalu, kemudian pengajar laboratorium sosial memberikan pengumuman serta informasi hasil penilaian dan persentasi sembari menutup kelas laboratorium hari itu. Dengan hasil yang memuaskan moha berhasil menempati posisi pertama diantara santri-santri yang lain, “Laa hawla wala quwwata illa billah” tiba-tiba terdengar suara dengan perasaan senang dari pojok kanan tempat moha duduk, disambung rasa syukur hamdallah teman-teman moha yang lain. Sang guru laboratorium kemudian mendekat ke arah para santri kemudian meriwayatkan sebuah hadis dari umar bin khattab “Innamaa al-a’malu bi anniati..” kemudian beliau menjelaskan keutaman daripada hadis tersebut dan beliau menegaskan harusnya para santri untuk sadar dan mampu untuk mengamalkannya.

Hari demi hari moha lewati, perubahan pasti terjadi, kini moha lebih merasakan nuansa perubahan positif dalam hidupnya setiap kali ia beraktivitas, setelah semua yang telah ia lalui pada hari dimana moha merasa sangat optimis…

to be continued..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

_Prophetic Leadership: Ulasan Singkat Ibrahim Alayhisholatuwassalam._

Kekhawatiran Efektifitas Amnesti Pajak

Dampak pembangunan Light Rail Transit (LRT) bagi Perekonomian